Naluri Cinta Dalam Bahasa | Maliah-Novel Inspiratif
Table of Contents
.png)
Di sudut ruang kopi yang sepi, di antara deretan meja-meja kayu yang terhampar
rapi, terjadi pertemuan yang tak terduga antara Arya dan Fira di tempat kerja
baru mereka. Cuaca pagi itu seolah merangkul suasana dengan lembut, sementara
cahaya matahari yang memancar melalui jendela, menari-nari di permukaan kopi
yang sedang diseduh.
Arya, dengan langkah ceria dan pikiran yang dipenuhi dengan segala harapan
baru, membawa secangkir kopi kecil menuju mejanya. Sementara itu, Fira, gadis
tinggi berwajah oval ia berkerudung abu-abu dengan buku catatan di tangan
sedang duduk asyik membaca dan sesekali merapikan mejanya, terkadang dia
melihat ke dalam tasnya membuka-buka Hp.
Keduanya bergerak di ruangan yang sama tanpa menyadari keberadaan satu sama
lain. Arya dengan antusias menyeduh kopi, sementara Fira membenamkan diri
dalam bacaannya.
Saat Arya hendak membalikkan gelas kopi, tangannya yang agak gemetar tak
sengaja menyebabkan sebagian isinya tumpah ke lantai granit putih itu.
Kecilnya sebaris tumpahan itu cukup untuk menarik perhatian Fira, yang
mengangkat pandangannya dari buku catatannya.
"Ada apa Pa…..?" tanya Fira dengan nada ramah, namun gagal mengingat nama
Arya, secara langsung Fira belum pernah berkenalan dengannya, Fira yang ragu
menyebutkan nama Arya merasa tidak enak menyebutkannya.
Saat itu Arya hanya merespon pertanyaan Fira dengan ungkapan singkatnya
"Gapapa.” Lalu sedikit senyum dingin tersungging di raut wajahnya. Sepertinya
Arya terlalu asyik dengan kopinya dan acuh tak acuh pada lingkungan
sekitarnya. Tanpa basa-basi Fira mengambil tisu dari meja dan membantu Arya
membersihkan tumpahan kopi itu.
Selama tiga minggu Fira bekerja di kantor ini tak pernah sekalipun ia terlibat
percakapan dengan Arya kecuali saat saling menyapa setiap Karyawan ketika awal
masuk bekerja. tak ada dialog panjang dalam adegan ini, mereka hanya berbicara
lewat tatapan biasa saja dan suasana kembali terasa asing.
Ruangan itu menjadi saksi dinginnya suasana, semua karyawan masih dalam
perjalanan menuju kantor, namun Fira datang lebih awal. Sementara Arya sudah
datang sepagi itu seperti biasanya. Fira yang canggung dengan suasana yang
mereka alami saat ini lebih memilih melanjutkan aktifitasnya membuka dan
menuliskan agenda harian kerjanya hari ini.
Suasana di luar ruangan terdengan Langkah-langkah kecil anak-anak remaja
dengan penuh semangat pagi dalam mengejar mimpi cemerlang mereka
masing-masing. Seragam putih biru menjadi ciri khas penampilan mereka,
beberapa pemandangan unik memperlihatkan eratnya persahabatan remaja yang erat
diantaranya.
Berselang sepuluh menit mulai ramai datang rekan – rekan Fira yang lainnya
memenuhi sudut-sudut ruang kerja mereka yang hanya disekat jarak jengkal jari.
Suasana menjadi hangat dengan sapaan teman kerja Fira yang lainnya, mereka
terbiasa berslaman saat bertemu dan bertukar kabar. Karyawan junior dan senior
memiliki hak dan kewajiban yang sama adilnya dalam menjalankan tugas
masing-masing.
Suasana itu masih dalam bayangannya empat tahun lalu. ya, ketika Fira mulai
memasuki jenjang perkuliahan dengan mengambil jurusan Pendidikan dan kini
semua jerih payah dia saat kuliah terbayar lunas dengan keadaan saat ini Fira
mencoba peruntungannya di bidang Pendidikan. Ia kini menjadi pengajar yang
masih harus banyak belajar.
Fira adalah seorang gadis muda dengan mimpi besar. Sejak kecil, ia
bercita-cita untuk menjadi seorang dokter yang dapat membantu menyembuhkan
orang-orang sakit dan memberikan harapan bagi yang membutuhkan. ketika Fira
berhasil masuk ke perguruan tinggi takdir memutuskan untuk mengubah jalannya.
Ia tak sanggup mengambil jurusan kedokteran ataupun perawat karena keadaan
ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan.
Ibunya yang selalu mendukung Keputusan Fira sangat mengharapkan apa pun
Keputusan yang diambil anak-anaknya adalah yang terbaik bagi mereka. Saat
mendaftar Kuliah, Fira menyadari bahwa dia harus menanggalkan mimpinya menjadi
seorang dokter demi membantu keluarganya. Menjadi seorang dokter adalah
cita-citanya, namun saat ini putaran takdir hidup Fira menuntunnya menjadi
seorang Guru yang akan menjadi pendidik dan pengajar, teman berkolaborasi
dengan siswa yang harus sama ahlinya dengan dokter menganalisis dan memberi
tindak lanjut atas karakter siswa maupun akademiknya.
Dia menemukan kesempatan untuk mengajar di sebuah sekolah swasta di desa
tempat tinggalnya. Awalnya, Fira merasa kecewa dan terpukul oleh kenyataan
bahwa impian masa kecilnya harus terlupakan. Namun, lambat laun, dia mulai
menyadari bahwa takdir telah membawanya ke arah yang baru, namun tak kalah
berarti.
Fira menemukan kegembiraan yang tak terduga dalam mengajar anak-anak. Dia
menemukan bahwa memberikan pengetahuan kepada generasi muda adalah cara yang
sangat bermakna untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat. Meskipun
bukan dokter, Fira menyadari bahwa sebagai seorang guru, dia masih dapat
menyembuhkan hati dan membentuk masa depan anak-anak.
Dengan semangat yang baru ditemukan, Fira menyusun rencana pembelajaran yang
inovatif dan menarik. Fira percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk membuka
pintu kesuksesan di masa depan.
Seiring berjalannya waktu, Fira menjadi guru yang dihormati dan dihargai oleh
murid-muridnya. Dia tidak hanya mengajar mereka, tetapi juga menjadi teman dan
mentor yang baik. Kehadirannya di kelas menjadi sumber inspirasi bagi banyak
orang.
Meskipun perjalanan hidupnya telah berubah arah, Fira menyadari bahwa setiap
langkah yang diambilnya membawanya lebih dekat kepada pengertian akan tujuan
sejati dalam hidup. Dia mungkin tidak menjadi seorang dokter seperti yang ia
impikan, tetapi menjadi seorang guru memberikan kepuasan yang sama, jika tidak
lebih besar. Baginya, menjadi seorang pendidik adalah panggilan yang
diberkati, dan dia bersyukur atas setiap momen yang dia bagikan dengan
murid-muridnya dalam perjalanan ini.
Di tengah sorotan mentari yang memerah, Fira berdiri di pinggir jalan,
meronta-ronta mencoba menyalakan motor tua yang terus menolak patuh. Matanya
melirik ke arah laki-laki yang sedang melintas, Arya, yang tampaknya tak
terpengaruh oleh keadaannya. Dengan wajah tanpa ekspresi, Arya hanya melangkah
tak melewatinya seolah dunia ini tak berhak meminta perhatiannya.
Tatapan dingin Arya menusuk lurus ke dalam jiwa Fira yang gemetar. Meski Fira
berusaha menutupi kegelisahannya, namun sinar matanya terpancar jelas memohon
pertolongan. Namun, bagi Arya, tatapan itu tak lebih dari sekadar pemandangan
di tengah hiruk-pikuk kehidupan yang sibuk.
Arya menghela napas, seakan kesulitan Fira hanyalah sesuatu yang mengganggu
jalannya yang sudah teratur. Tanpa sepatah kata, dia melangkah perlahan,
melewatinya tanpa sedikit pun menyentuh kewajiban untuk menolong. Baginya,
dunia ini keras dan tak berbelas kasihan, dan Fira hanyalah seonggok masalah
kecil di antara beribu-ribu masalah lain yang menumpuk.
Fira memandang pergi Arya dengan rasa kecewa yang mendalam. Meski tak
mengharapkan banyak, namun kepedulian sekecil apa pun akan menyentuh hatinya
yang rapuh. Namun, bagi Arya, dunia ini hanyalah panggung di mana dia adalah
pemain tunggal yang tak terpengaruh oleh drama-drama kecil yang memayungi
orang-orang di sekitarnya.
Saat Fira sudah merasa putus asa dalam usahanya menyalakan motornya, tiba-tiba
Arya lewat kembali di hadapannya. Namun, kali ini, ada sesuatu yang berbeda
dalam sikap Arya. Dengan langkah yang lebih lambat dari sebelumnya, Arya
mendekati Fira, wajahnya masih dipenuhi dengan ekspresi judes yang khas.
"Belum nyala juga?" tanya Arya dengan suara yang sedikit terdengar ragu, tapi
tetap dipenuhi dengan keangkuhan yang melekat pada dirinya.
Fira terkejut oleh tindakan Arya yang tak terduga ini. Meski masih ada sedikit
kejut dalam tatapan, namun di balik itu juga terbersit harapan kecil. Harapan
bahwa mungkin, kali ini, Arya akan memberikan pertolongan yang dia butuhkan.
Dengan sedikit gemetar, Fira menggeleng pelan. "Belum. Sudah mencoba beberapa
kali tapi tetap tidak mau menyala," jawabnya dengan suara yang agak gemetar.
Arya mengangguk singkat, seakan memproses informasi tersebut. Setelah beberapa
saat terdiam, dia akhirnya mengulurkan tangannya ke arah mesin motor. Dengan
gerakan yang terampil, Arya memeriksa beberapa bagian mesin, mencari tahu
sumber masalahnya.
Fira memperhatikan dengan perasaan campuran antara syukur dan keterkejutan.
Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa Arya akan memberikan bantuan semacam
ini. Namun, di balik raut wajah judesnya, ternyata tersimpan kebaikan yang tak
terduga.
Setelah beberapa saat, Arya berhasil menemukan masalahnya dan dengan cepat
memperbaikinya. Motor pun akhirnya berhasil dinyalakan.
"Ayo, coba lagi," ucap Arya, kali ini dengan suara yang lebih hangat, meski
masih dipenuhi dengan keangkuhan yang khas.Dengan hati yang berdebar-debar,
Fira mencoba menyalakan motor kembali. Dan kali ini, mesinnya berputar dengan
lancar, memenuhi udara dengan suara yang membangkitkan harapan baru.
Fira menatap Arya dengan rasa terima kasih yang mendalam, meskipun ekspresi
Arya tetap sama-sama kaku seperti sebelumnya. Namun, kali ini, di balik
tatapan dingin itu, Fira bisa merasakan sedikit kehangatan yang menyelinap
masuk.
Dalam diam, keduanya melanjutkan perjalanan masing-masing, namun kali ini, di
antara mereka ada ikatan kecil yang terbentuk. Ikatan yang mungkin tak pernah
mereka duga sebelumnya, namun cukup kuat untuk mengubah persepsi mereka satu
sama lain.
Fira mengangkat tangan dalam sebuah pamitan pada Arya yang sudah membantunya,
lalu bermaksud melanjutkan perjalanannya. Namun, sebelum dia bisa melangkah
jauh, awan mendung yang selama ini mengintainya akhirnya melepaskan hujan
deras yang tiba-tiba.
Seolah takdir telah memutuskan untuk menahan mereka berdua di depan kantor
sekolah tempat mereka bekerja. Fira memandang sekeliling, melihat beberapa
teman lain yang juga berusaha berteduh dari hujan yang semakin deras.
Lanjut Baca
Di bawah rintik hujan yang mengguyur, suasana di depan kantor menjadi lebih
ramai. Beberapa teman saling bertukar cerita, tertawa, dan mengobrol ringan,
mencoba mengusir rasa dingin dan lembap yang membawa hujan. Meskipun tak
direncanakan, tapi terkadang momen tak terduga seperti ini memunculkan
kebersamaan yang hangat di antara mereka.
Fira melihat Arya masih berdiri di sampingnya, wajahnya kembali tanpa ekspresi
seperti sebelumnya. Namun, kali ini, ada sedikit kehangatan yang terasa di
udara di antara mereka, mungkin karena kebersamaan dalam situasi yang tak
terduga ini.
Dalam ketenangan hujan yang turun, Fira merasa bersyukur atas bantuan Arya dan
kebersamaan teman-temannya di saat-saat seperti ini. Meskipun awalnya terlihat
sebagai hari yang biasa, namun takdir telah memutar roda kehidupan mereka
menjadi sebuah kisah yang tak terlupakan, di tengah hujan yang turun dengan
lebatnya.
" Hey Fir belum pulang dari tadi?" Tanya seorang teman
" belum nih, tadi motorku tiba-tiba mogok Im."
Ima memang teman baru Fira tapi mereka sudah akrab sejak mereka mendapatkan
wawancara Sebelum Fira diterima bekerja di kantor mereka.
Di antara kerumunan orang yang berteduh dari hujan, Fira tidak menyadari bahwa
Arya, yang biasanya terlihat judes dan acuh tak acuh, mencuri pandang padanya.
Meskipun demikian, kehadiran Arya yang diam-diam memperhatikan Fira memberikan
nuansa yang berbeda dalam momen yang penuh dengan keriuhan itu.
Hujan itu reda smentara Arya dan beberapa teman lainnya pergi tanpa menyapa
Fira saat itu. Fira merasa dia harus tinggal lebih lama, sebab gerimis masih
menahannya. Fira sadar dia tak membawa jas hujan sedangkan dalam tasnya banyak
berkas dan yang terpenting tas laptop yang digendongnya harus aman dari hujan.
Hujan reda seiring dengan langkah Arya dan beberapa teman lainnya yang pergi
tanpa menyapa Fira. Fira merasakan kekosongan di hatinya, namun dia sadar
bahwa dia harus tinggal lebih lama di tempat itu. Gerimis yang masih
menahannya membuatnya berpikir dua kali sebelum melanjutkan perjalanannya.
Sadar bahwa dia tidak membawa jas hujan, Fira menyadari pentingnya melindungi
berkas-berkas dan tas laptop yang dia gendong dari hujan. Dia berusaha mencari
tempat berteduh yang lebih aman atau mencari cara untuk melindungi
barang-barang berharganya dari tetesan air yang bisa merusaknya. Dalam
kesendirian yang mengiringi langkah-langkahnya, Fira merenungkan keputusannya
untuk tinggal lebih lama di tempat itu. Meskipun dia merasa kesepian dan
diabaikan oleh orang-orang di sekitarnya, namun dia tahu bahwa dia harus
mengambil tindakan yang bijaksana untuk melindungi harta berharganya.
Dengan tekad yang teguh, Fira mencari tempat berteduh yang lebih aman, atau
mungkin mencari solusi lain untuk melindungi barang-barangnya dari hujan yang
tak terduga. Kehadiran Arya dan teman-temannya mungkin telah berlalu begitu
saja, namun Fira tetap bertekad untuk menjaga keamanan dan kesejahteraannya
sendiri di tengah situasi yang tak terduga ini.
Pukul 16.15 WIB, saat Fira beranjak mencoba membersihkan motornya yang terkena
cipratan air hujan tadi, suasana sekitar terasa biasa saja. Baginya, menunggu
di tengah hujan adalah rutinitas yang tak asing lagi. Dia hanya menunggu hujan
mereda untuk melanjutkan perjalanan pulang.
Lamunan Fira terputus oleh suara HP yang berbunyi dari dalam tasnya. Saat dia
mengeluarkan ponselnya, dia melihat pesan dari kakaknya. "Fir, kamu di mana?
Ibu khawatir kamu belum pulang juga."
Fira merasa sedikit terkejut. Dia lupa memberi tahu keluarganya bahwa dia akan
terlambat pulang hari ini. Dengan cepat, dia membalas pesan kakaknya,
memberitahu bahwa dia sedang menunggu hujan mereda di depan kantor.
Setelah mengirim pesan, Fira merenung sejenak. Dia merasa bersyukur atas
perhatian dan kekhawatiran keluarganya, meskipun kadang-kadang dia lupa
memberi kabar. Dalam kesendirian yang menyertainya, Fira merasa hangat oleh
hubungan keluarganya yang saling peduli.
Sesampainya Fira depan rumah, ia disambut senyum hangat sang Ibu dan wajah
ketus Danu adiknya. Karena Fira sebelumnya berjanji membawa Danu jalan jalan
membeli es krim. Namun harapan Danu Pupus setelah tahu Fira pulang se sore
itu. Fira menatap senyum hangat ibunya dengan perasaan campur aduk di hatinya.
Meskipun dia tahu bahwa janji untuk membawa Danu jalan-jalan harus ditunda,
Fira merasa sedih melihat ekspresi kekecewaan di wajah adiknya.
"Dik, maaf ya, nanti kita pasti akan pergi bersama," ucap Fira dengan lembut,
mencoba menenangkan Danu. Namun, wajah Danu masih terlihat murung. Ia
menundukkan kepalanya, menahan kekecewaannya. Ibu Fira melangkah mendekati
Danu, mencoba menghiburnya.
"Kakakmu pasti punya alasan kuat, nak. Besok kita bisa pergi bersama-sama,"
ucap ibu dengan suara lembut.
Fira merasa bersalah. Dia tahu betul betapa Danu begitu menantikan waktu
bersama dengannya. Tanpa berkata apa-apa lagi, Fira meraih tangan Danu dan
menariknya masuk ke dalam rumah.
Malam itu, Fira memutuskan untuk membuat kejutan untuk Danu. Dia mencari resep
es krim homemade favorit Danu dan mulai menyiapkannya dengan penuh antusias.
Meskipun tidak sebaik es krim dari toko, Fira berharap es krim buatannya bisa
menghibur Danu.
Ketika es krim sudah selesai, Fira memanggil Danu ke dapur. Danu terkejut
melihat Fira berdiri di sana dengan senyum lebar sambil memegang mangkuk es
krim.
"Ini untukmu, Danu. Aku minta maaf karena tadi tidak bisa membawamu
jalan-jalan, tapi aku harap ini bisa membuatmu senang," ucap Fira sambil
menyerahkan mangkuk es krim pada Danu.
Danu melihat Fira dengan mata berbinar-binar. Dia merasakan kebahagiaan yang
tulus dari gestur saudaranya. Dalam sekejap, kekecewaannya hilang tergantikan
dengan rasa terharu.
"Terima kasih, Kak! Ini sangat enak!" seru Danu sambil memeluk Fira erat.
Mendengar ucapan terima kasih dari adiknya, Fira merasa lega. Meskipun
jalan-jalan harus ditunda, dia tahu bahwa momen kecil seperti ini memiliki
arti yang besar bagi hubungan mereka. Dan bersama-sama, mereka menikmati es
krim homemade tersebut, saling tertawa dan berbagi cerita hingga larut malam.
Keesokan harinya seperti biasa Fira berpamitan pada Ibunya dan mengajak Danu
pergi sekolah bersama, sesampainya Danu di sekolah Dasar, Fira langsung tancap
gas menuju sekolah tempat ia bekerja.
Baru saja ia memarkir motornya ia bergegas ke kantornya. Fira meraih ponselnya
yang berdering dengan cepat, memecah keheningan pagi di ruangan itu. "Ya,
Halo?" suaranya terdengar agak terengah-engah. "Oh, baik, saya segera
melakukannya." Matanya memandang ke arah rekan-rekannya yang menatapnya,
memahami bahwa ada tugas mendesak yang menunggu.
Fira melangkah masuk ke dalam ruangan atasannya dengan langkah yang ragu,
menyadari keberadaan Arya dan Dewi di sana. Cahaya pagi memancar lewat
jendela, menciptakan bayangan yang bermain di dinding ruangan. Pa Jamal duduk
di meja kerjanya, wajahnya serius saat ia menatap mereka bertiga.
"Duduklah," ucapnya dengan suara yang tenang namun tegas. Mereka bergerak
meraih kursi yang tersedia, kebingungan terpancar jelas dari wajah mereka.
"Apa yang terjadi, Pa Jamal?" tanya Fira, mencoba menembus keheningan yang
mencekam ruangan. Tetapi senyap yang menyusul justru semakin memperkuat
ketegangan di udara. Tak biasanya Pak Jamal memanggilnya jika bukan ada hal
sangat mendesak.
Fira duduk tegak di depan meja kayu besar miliknya, menatap dengan penuh
antusiasme ke arah Atasannya, pak Jamal. Mata Fira berbinar-binar, penuh
dengan semangat yang tak terbendung. Hari itu adalah hari yang
ditunggu-tunggu, hari di mana dia akan mendapatkan tugas baru dalam tim Arya
dan Dewi, dua rekan kerja yang telah lama menjadi panutan baginya.
Dengan pakaian rapi dan senyum ramah, Pak Jamal membuka pembicaraan dengan
penuh kehangatan. "Fira, kamu akan bekerja dengan Arya dan Dewi pada proyek
baru sekolah kita yang akan mengikuti lomba sekolah adiwiyata tingkat
Nasional. Ini adalah kesempatan besar bagi kita untuk menunjukkan kreativitas
kita yang luar biasa dalam bidang ini."
Fira memperhatikan setiap kata yang diucapkan Atasannya dengan penuh
perhatian. Dia merasa seperti sedang mendengarkan arahan dari seorang guru
bijaksana yang siap membimbingnya ke arah yang benar. Sesekali baik Fira, Arya
atau Dewi menganggukkan kepala untuk menandai kesepakatan dan arahan yang
disampaikan oleh Pak Jamal selaku Kepala Sekolah.
“Baik Pak, Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk program ini” Arya
menjawab dengan tegas pernyataan-pernyataan dari Pak Jamal.
“Baiklah, untuk penanggungjawab langsung adalah saya, dan kalian bertiga
adalah coordinator-koordinator tiap bidangnya masing-masing yang harus solid
bekerjja sama ya..!” Pak Jamal memberikan print out rencana kerja dan
menugaskan Arya untuk menjadi koordinator bidang pengendalian sampah plastik,
sedangkan Fira masuk sebagai anggota di dalam kerja timnya Arya. Dewi yang
juga termasuk di dalamnya.
Pak Jamal tersenyum puas. "Bagus sekali, Fira. Tugas pertamamu adalah membantu
Arya dan Dewi dalam merancang konsep visual untuk kampanye iklan pengendalian
sampah plastic, kemudian dilanjutkan membuat bank sampah dan lainnya. Saya
percaya kamu akan memberikan kontribusi yang berharga dalam proyek ini."
Fira mengangguk tegas. Dia merasa begitu bersemangat untuk memulai
pekerjaannya. Dia segera bergabung dengan Arya dan Dewi di ruang pertemuan,
siap menunjukkan dedikasinya dan berkolaborasi dengan rekan-rekannya untuk
menciptakan sesuatu yang luar biasa.
Ketika Pa Jamal memberikan tugas kepada mereka, Fira, Arya, dan Dewi dengan
penuh semangat mengangguk setuju, menegaskan bahwa mereka siap menjalankan
tugasnya masing-masing dengan sepenuh hati.Fira dengan penasaran yang tak
terbendung, siap untuk memberikan kontribusi terbaiknya dalam merancang konsep
visual untuk kampanye iklan tersebut. Dia telah menyiapkan pikirannya dan
bersemangat untuk menghadirkan ide-ide kreatif yang segar.
Arya, yang penuh dengan keahlian dalam hal teknis dan analitis, siap untuk
mengkoordinasikan semua aspek teknis proyek. Dia bertekad untuk memastikan
bahwa setiap detail teknis berjalan lancar dan efisien. Sementara itu, Fira,
dengan kepekaan dan intuisinya yang luar biasa dalam hal memersuasif, siap
untuk menyusun rencana program menggalakan pengendalian sampah di sekolah yang
efektif dan persuasif. Dia bersemangat untuk memberikan arahan yang tepat bagi
kampanye tersebut. Hal ini terbukti saat Fira sudah memulai bimbingannya dan
mengajak para siswa ikut terlibat mengendalikan sampah plastik yang ada di
sekolah.
Dengan komitmen mereka yang kuat dan semangat yang tak tergoyahkan, mereka
siap untuk menghadapi tantangan proyek tersebut dan bersama-sama menghasilkan
hasil yang luar biasa. Setiap orang memiliki peran dan tanggung jawabnya
sendiri, namun mereka berkolaborasi sebagai satu tim untuk mencapai tujuan
bersama. Dengan kekompakan dan kerja keras mereka, mereka yakin bahwa tidak
ada yang tidak mungkin mereka capai.
Rangkaian kegiatan dan proyrk ini mereka susun berhari-hari bahkan beberapa
minggu telah berlalu, Arya sebagai ketua coordinator merasa puas dengan kerja
timnya yang sangat solid, romansa berbeda ditunjukkan dari cara Arya menatap
fira saat ini.
Arya yang diam-diam selalu mengamati Fira tanpa Fira menyadarinya, melalui
berbagai hal dan tantangan bersama. Setiap kegiatan dalam program ini
mengharuskan mereka selalu bertemu dan berkomunikasi, Arya dan fira mulai tak
merasa canggung lagi dan kini Arya memiliki keberanian untuk menatapnya dari
dekat.
Arya yang diam-diam memendam rasa penasaran pada sosok Fira menunjukkan
perhatian kecil padanya, Arya membantu Fira menyiapkan peralatan untuk
kegiatan-kegiatan. Namun saat itu Fira menganggapnya sebagai bantuan kecil
dari seorang rekan kerja yang peduli terhadapnya. Arya kini selalu mengawali
harinya dengan menyapa Fira saat pagi menjelang pekerjaannya menjadi guru.
Fira memiliki kepekaan dan intuisi yang luar biasa dalam menganalisis karakter
dan sikap seseorang. Saat Arya, seorang guru Prakarya, mulai menunjukkan
tanda-tanda perhatian yang lebih dari biasanya, Fira, dengan naluri yang kuat,
mulai menyadari perubahan sikap tersebut.Meskipun Arya masih coba
menyembunyikan perasaannya, Fira merasa ada sesuatu yang berbeda dalam
interaksi mereka. Dia melihat ke dalam mata Arya dan merasakan gelombang emosi
yang tak terungkapkan. Meskipun Arya tetap diam tentang perasaannya, Fira bisa
merasakan getaran cinta yang tersembunyi di balik senyumnya yang hangat.
Saat-saat di antara mereka menjadi penuh dengan tegangan yang menyenangkan.
Setiap kali Arya memandang Fira, dia merasakan detak jantungnya yang berdegup
lebih cepat dari biasanya. Dan setiap kali Arya menyentuh topik pembicaraan,
ia bisa merasakan keintiman yang tumbuh di antara mereka, melalui Bahasa fira
merasakan hubungan ini mengarah pada hubungan saling ketertarikan antara dua
insan.
Namun, Fira memilih untuk membiarkan hal-hal berkembang dengan alamiah. Dia
tahu bahwa untuk sesuatu yang berharga seperti cinta, waktu dan kesabaran
diperlukan. Meskipun dia menyadari perasaan Arya, dia tidak terburu-buru dalam
mengambil langkah-langkah selanjutnya. Baginya, penting untuk membiarkan
hubungan mereka berkembang dengan lambat dan stabil.
Fira yang memiliki pengalaman buruk tentang sebuah hubungan dengan akhir
penghianatan kepercayaan kini lebih memilih untuk menjadikannya sebagai
pembelajaran hidupnya, sehingga Fira selektif memilih teman hidupnya
Saat Fira membutuhkan bantuan dengan proyek sekolah, Arya dengan senang hati
menawarkan bantuan. Selama mereka bekerja bersama, Fira menemukan bahwa
kolaborasi mereka bukan hanya tentang proyek tersebut, tetapi juga tentang
mengenal satu sama lain dengan lebih dalam. Mereka berbagi cerita, tertawa
bersama, dan semakin dekat satu sama lain.
Suatu hari, saat mereka sedang berbincang-bincang, Arya menemukan keberanian
untuk mengungkapkan perasaannya kepada Fira. Dengan kata-kata yang lembut dan
jujur, Arya mengakui bahwa selama ini dia telah diam-diam mengagumi Fira,
tidak hanya sebagai seorang rekan kerja, tetapi juga sebagai seseorang yang
ingin hidup menjalani kebersamaan.
Fira tersentuh oleh kejujuran dan kelembutan Arya. Dia merasa bersyukur karena
telah menemukan seseorang yang begitu istimewa dalam hidupnya. Dengan senyum
hangat, dia mengungkapkan hal tak terduga.
“Fir, bolehkah aku main ke rumahmu,” Arya berniat menemui orang tuanya Fira
untuk sekedar menyapa dan bersilaturahmi.
“Tak usah lah, mau apa ke rumahku?” jawab Fira meledek Arya . Sambil mereka
tersipu malu mereka bercanda selayaknya kekasih yang sedang bercengkrama
membahas masa depan mereka.
“Mau apa? masih nanya lagi kau Fir, hem rupanya aku hanya dianggap teman biasa
toh,?” Arya membalas candaan Fira dengan mencoba menjelaskan perasaannya
melalui Bahasa teman.
“Lah memang teman toh?” jawab Fira dengan senyum lembut diwajahnya.
“Aku tak mau berteman denganmu lagi, sudah cukup aku menderita karenamu Fir?”
Arya menambahkan dengan raut wajah yang memohon dalam leluconnya.
“ha..ha…ha…. apaan sih, ya sudahlah kalau ga mau berteman. lalu kenapa kamu
masih di sini sana…sana…..?” sindir Fira masih dengan senyumnya seraya
mengusir arya yang duduk depan meja kerjanya.
“Awas lho…. Jangan panggil aku kalau komputermu rusak lagi!” Arya menggodanya
dengan lelucon konyolnya mengancam tak dibantu lagi olehnya.
“ga lah laptopku baru, haha,,,, jadi ga akan rusak…”
Fira meladeni lelucon Arya.
“sana… sana….pemandangan jendelaku terganggu alismu yang tebal dan judes itu”
Fira meledek Arya lagi.
“bener nih,, mau mengusirku? Hem…… baiklah Fira si kutu buku,,, silahkan asal
jangan mengusirku dari hatimu ya…” Arya mulai berani mengungkapkan perasaan
yang sebenarnya meski hanya sebagai lelucon.
“Sudah, sana… sana… !” Fira tersenyum tersipu malu menyadari lelucon Arya
didengar oleh dua rekan guru yang lainnya.
“Dasar….. judes…. Sana..ih”
Percakapan mereka pun diakhiri dengan saling meledek dengan lelucon dan
kebiasaan mereka. Satu tahun berteman sudah lebih dari cukup untuk mengenal
karakter satu sama lainnya. Bagi Arya yang awalnya sulit berteman dengan
perempuan, justru dengan Fira lah ia merasakan kenyamanan bercerita, berkeluh
kesah, bahkan bercanda. Selama ini Arya dikenal rekan kerja lainnya adalah
sosok yang judes dan tak banyak orang menyukainya. Namun kehadiran Fira
mematahkan anggapan orang lain tentangnya. Kini Arya terlihat lebih ceria dan
senyumnya selalu terpasang saat menatap Fira.
Sebenarnya Fira, menyembunyikan luka yang dalam di balik senyumannya yang
hangat. Trauma masa lalu, di mana dia dikhianati oleh kekasih yang jauh, telah
meninggalkan bekas yang mendalam dalam hatinya. Sejak saat itu, Fira menjadi
selektif dan waspada pada siapa pun yang mendekatinya, bahkan pada Arya yang
diam-diam menyukainya.
Meskipun Arya menunjukkan perhatian yang hangat dan tulus, Fira terus
mempertahankan tembok di sekitar hatinya. Setiap kali Arya mencoba
mendekatinya, Fira merasa refleksnya untuk menjaga jarak. Luka masa lalu
terlalu dalam, membuatnya takut untuk membuka hatinya sekali lagi.
Arya, yang menyadari bahwa Fira memiliki tembok emosional yang kokoh, tidak
menyerah begitu saja. Dia memilih untuk bersabar dan membangun kepercayaan
secara perlahan. Dia memperlakukan Fira dengan penuh pengertian dan kesabaran,
memberinya ruang untuk menyembuhkan luka-lukanya sendiri.
Saat Arya membantu Fira dengan proyek-proyek sekolah dan memberinya dukungan
selama hari-hari sulit, Fira mulai merasa sedikit demi sedikit temboknya mulai
runtuh. Dia melihat kebaikan dan ketulusan dalam tindakan-tindakan Arya, dan
meskipun takut, dia merasa mulai mempercayainya.
Namun, ketika perasaannya mulai tumbuh untuk Arya, Fira merasa dilema. Dia
tidak ingin membiarkan trauma masa lalunya menghalangi potensi hubungan yang
berarti dengan Arya. Namun, takut untuk terluka sekali lagi membuatnya ragu
untuk membuka hatinya sepenuhnya.
Ketika Arya akhirnya mengungkapkan perasaannya dengan jujur, Fira merasa
terombang-ambing antara ketakutan akan masa lalunya dan keinginannya untuk
mencoba meraih kebahagiaan dengan Arya. Dia tahu bahwa dia harus melepaskan
rasa takutnya jika dia ingin menemukan cinta yang sejati.
Dengan hati yang gemetar, Fira memutuskan untuk memberikan kesempatan pada
Arya. Dia memilih untuk percaya pada cinta yang tulus dan mengatasi trauma
masa lalunya. Dalam pelukan Arya, dia menemukan kedamaian dan kehangatan yang
telah lama hilang.
Dari sinilah, cinta mereka bersemi dengan lebih dalam. Fira dan Arya memulai
perjalanan cinta mereka dengan penuh semangat dan harapan, menemukan bahwa
bahkan dalam kesedihan dan luka, cinta memiliki kekuatan untuk menyembuhkan
dan mendamaikan hati yang terluka. Mereka menemukan kebahagiaan yang telah
lama mereka cari.
Epilog Chapter 8
Saat Arya pertama kali bertemu Fira sebenarnya Ia memiliki tatapan berbeda
pada gadis itu, Ia mengagumi kesederhanaan yang Fira miliki. Saat motor Fira
mendadak mogok sebenarnya dalam hati Arya ingin langsung menolongnya, namun
Arya masih canggung dengan keadaan. Ia kesulitan mengenali perasaannya.
Dalam keheningan yang membelenggu, Arya duduk di sudut taman sekolah,
memperhatikan setiap gerak dan senyum yang melintas di wajah Fira. Matanya,
seperti magnet yang tak terbendung, terpaku pada sosok yang menjadi pusat
perhatiannya. Diam-diam, dia merasakan getaran emosi yang tak terungkapkan,
memenuhi ruang di dalam hatinya dengan kerinduan yang tak terucapkan.
Wajah Fira, diterangi oleh sinar senja yang lembut, tampak begitu mempesona
baginya. Senyumnya, seakan menciptakan cahaya sendiri, menyinari keheningan di
sekitarnya. Arya, meskipun terpisah oleh jarak, merasa terhubung dengan
kehangatan yang dia pancarkan. Dia merindukan sentuhan hangat itu, ingin
mendekat, tetapi ragu melangkah.
Dalam diamnya, Arya merenungkan keraguan yang menghantuinya. Dia
bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika dia mengambil langkah pertama.
Namun, ketakutan akan penolakan dan keraguan diri membuatnya terbelenggu dalam
kebimbangan. Sehingga dia terus mengamati dari kejauhan, mengagumi kecantikan
dan keanggunan Fira tanpa berani mengajak kenalan.
Namun, meskipun tersembunyi di balik kediamannya, perasaan Arya terus tumbuh
dengan kuat. Setiap tatapannya, setiap senyum Fira, semakin memperdalam rasa
kagumnya. Dalam diam, dia berdoa agar suatu hari nanti, keberanian akan
menemukannya dan dia akan mampu mengungkapkan perasaannya yang terpendam
kepada wanita yang menjadi cinta rahasia hatinya, Fira.
Masukan Token untuk Membuka setiap Chapter Novel Inspiratif | Maliah . Dapatkan Token