Naluri Cinta Dalam Bahasa | Maliah-Novel Inspiratif

Table of Contents
Naluri Cinta Dalam Bahasa | Maliah-Novel Inspiratif
Di sudut ruang kopi yang sepi, di antara deretan meja-meja kayu yang terhampar rapi, terjadi pertemuan yang tak terduga antara Arya dan Fira di tempat kerja baru mereka. Cuaca pagi itu seolah merangkul suasana dengan lembut, sementara cahaya matahari yang memancar melalui jendela, menari-nari di permukaan kopi yang sedang diseduh.

Arya, dengan langkah ceria dan pikiran yang dipenuhi dengan segala harapan baru, membawa secangkir kopi kecil menuju mejanya. Sementara itu, Fira, gadis tinggi berwajah oval ia berkerudung abu-abu dengan buku catatan di tangan sedang duduk asyik membaca dan sesekali merapikan mejanya, terkadang dia melihat ke dalam tasnya membuka-buka Hp.

Keduanya bergerak di ruangan yang sama tanpa menyadari keberadaan satu sama lain. Arya dengan antusias menyeduh kopi, sementara Fira membenamkan diri dalam bacaannya.

Saat Arya hendak membalikkan gelas kopi, tangannya yang agak gemetar tak sengaja menyebabkan sebagian isinya tumpah ke lantai granit putih itu. Kecilnya sebaris tumpahan itu cukup untuk menarik perhatian Fira, yang mengangkat pandangannya dari buku catatannya.

"Ada apa Pa…..?" tanya Fira dengan nada ramah, namun gagal mengingat nama Arya, secara langsung Fira belum pernah berkenalan dengannya, Fira yang ragu menyebutkan nama Arya merasa tidak enak menyebutkannya.

Saat itu Arya hanya merespon pertanyaan Fira dengan ungkapan singkatnya "Gapapa.” Lalu sedikit senyum dingin tersungging di raut wajahnya. Sepertinya Arya terlalu asyik dengan kopinya dan acuh tak acuh pada lingkungan sekitarnya. Tanpa basa-basi Fira mengambil tisu dari meja dan membantu Arya membersihkan tumpahan kopi itu.

Selama tiga minggu Fira bekerja di kantor ini tak pernah sekalipun ia terlibat percakapan dengan Arya kecuali saat saling menyapa setiap Karyawan ketika awal masuk bekerja. tak ada dialog panjang dalam adegan ini, mereka hanya berbicara lewat tatapan biasa saja dan suasana kembali terasa asing.

Ruangan itu menjadi saksi dinginnya suasana, semua karyawan masih dalam perjalanan menuju kantor, namun Fira datang lebih awal. Sementara Arya sudah datang sepagi itu seperti biasanya. Fira yang canggung dengan suasana yang mereka alami saat ini lebih memilih melanjutkan aktifitasnya membuka dan menuliskan agenda harian kerjanya hari ini.

Suasana di luar ruangan terdengan Langkah-langkah kecil anak-anak remaja dengan penuh semangat pagi dalam mengejar mimpi cemerlang mereka masing-masing. Seragam putih biru menjadi ciri khas penampilan mereka, beberapa pemandangan unik memperlihatkan eratnya persahabatan remaja yang erat diantaranya.

Berselang sepuluh menit mulai ramai datang rekan – rekan Fira yang lainnya memenuhi sudut-sudut ruang kerja mereka yang hanya disekat jarak jengkal jari. Suasana menjadi hangat dengan sapaan teman kerja Fira yang lainnya, mereka terbiasa berslaman saat bertemu dan bertukar kabar. Karyawan junior dan senior memiliki hak dan kewajiban yang sama adilnya dalam menjalankan tugas masing-masing.

Suasana itu masih dalam bayangannya empat tahun lalu. ya, ketika Fira mulai memasuki jenjang perkuliahan dengan mengambil jurusan Pendidikan dan kini semua jerih payah dia saat kuliah terbayar lunas dengan keadaan saat ini Fira mencoba peruntungannya di bidang Pendidikan. Ia kini menjadi pengajar yang masih harus banyak belajar.

Fira adalah seorang gadis muda dengan mimpi besar. Sejak kecil, ia bercita-cita untuk menjadi seorang dokter yang dapat membantu menyembuhkan orang-orang sakit dan memberikan harapan bagi yang membutuhkan. ketika Fira berhasil masuk ke perguruan tinggi takdir memutuskan untuk mengubah jalannya. Ia tak sanggup mengambil jurusan kedokteran ataupun perawat karena keadaan ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan.

Ibunya yang selalu mendukung Keputusan Fira sangat mengharapkan apa pun Keputusan yang diambil anak-anaknya adalah yang terbaik bagi mereka. Saat mendaftar Kuliah, Fira menyadari bahwa dia harus menanggalkan mimpinya menjadi seorang dokter demi membantu keluarganya. Menjadi seorang dokter adalah cita-citanya, namun saat ini putaran takdir hidup Fira menuntunnya menjadi seorang Guru yang akan menjadi pendidik dan pengajar, teman berkolaborasi dengan siswa yang harus sama ahlinya dengan dokter menganalisis dan memberi tindak lanjut atas karakter siswa maupun akademiknya.

Dia menemukan kesempatan untuk mengajar di sebuah sekolah swasta di desa tempat tinggalnya. Awalnya, Fira merasa kecewa dan terpukul oleh kenyataan bahwa impian masa kecilnya harus terlupakan. Namun, lambat laun, dia mulai menyadari bahwa takdir telah membawanya ke arah yang baru, namun tak kalah berarti.

Fira menemukan kegembiraan yang tak terduga dalam mengajar anak-anak. Dia menemukan bahwa memberikan pengetahuan kepada generasi muda adalah cara yang sangat bermakna untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat. Meskipun bukan dokter, Fira menyadari bahwa sebagai seorang guru, dia masih dapat menyembuhkan hati dan membentuk masa depan anak-anak.

Dengan semangat yang baru ditemukan, Fira menyusun rencana pembelajaran yang inovatif dan menarik. Fira percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk membuka pintu kesuksesan di masa depan.

Seiring berjalannya waktu, Fira menjadi guru yang dihormati dan dihargai oleh murid-muridnya. Dia tidak hanya mengajar mereka, tetapi juga menjadi teman dan mentor yang baik. Kehadirannya di kelas menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang.

Meskipun perjalanan hidupnya telah berubah arah, Fira menyadari bahwa setiap langkah yang diambilnya membawanya lebih dekat kepada pengertian akan tujuan sejati dalam hidup. Dia mungkin tidak menjadi seorang dokter seperti yang ia impikan, tetapi menjadi seorang guru memberikan kepuasan yang sama, jika tidak lebih besar. Baginya, menjadi seorang pendidik adalah panggilan yang diberkati, dan dia bersyukur atas setiap momen yang dia bagikan dengan murid-muridnya dalam perjalanan ini.

Di tengah sorotan mentari yang memerah, Fira berdiri di pinggir jalan, meronta-ronta mencoba menyalakan motor tua yang terus menolak patuh. Matanya melirik ke arah laki-laki yang sedang melintas, Arya, yang tampaknya tak terpengaruh oleh keadaannya. Dengan wajah tanpa ekspresi, Arya hanya melangkah tak melewatinya seolah dunia ini tak berhak meminta perhatiannya.

Tatapan dingin Arya menusuk lurus ke dalam jiwa Fira yang gemetar. Meski Fira berusaha menutupi kegelisahannya, namun sinar matanya terpancar jelas memohon pertolongan. Namun, bagi Arya, tatapan itu tak lebih dari sekadar pemandangan di tengah hiruk-pikuk kehidupan yang sibuk.

Arya menghela napas, seakan kesulitan Fira hanyalah sesuatu yang mengganggu jalannya yang sudah teratur. Tanpa sepatah kata, dia melangkah perlahan, melewatinya tanpa sedikit pun menyentuh kewajiban untuk menolong. Baginya, dunia ini keras dan tak berbelas kasihan, dan Fira hanyalah seonggok masalah kecil di antara beribu-ribu masalah lain yang menumpuk.

Fira memandang pergi Arya dengan rasa kecewa yang mendalam. Meski tak mengharapkan banyak, namun kepedulian sekecil apa pun akan menyentuh hatinya yang rapuh. Namun, bagi Arya, dunia ini hanyalah panggung di mana dia adalah pemain tunggal yang tak terpengaruh oleh drama-drama kecil yang memayungi orang-orang di sekitarnya.

Saat Fira sudah merasa putus asa dalam usahanya menyalakan motornya, tiba-tiba Arya lewat kembali di hadapannya. Namun, kali ini, ada sesuatu yang berbeda dalam sikap Arya. Dengan langkah yang lebih lambat dari sebelumnya, Arya mendekati Fira, wajahnya masih dipenuhi dengan ekspresi judes yang khas.

"Belum nyala juga?" tanya Arya dengan suara yang sedikit terdengar ragu, tapi tetap dipenuhi dengan keangkuhan yang melekat pada dirinya.

Fira terkejut oleh tindakan Arya yang tak terduga ini. Meski masih ada sedikit kejut dalam tatapan, namun di balik itu juga terbersit harapan kecil. Harapan bahwa mungkin, kali ini, Arya akan memberikan pertolongan yang dia butuhkan.

Dengan sedikit gemetar, Fira menggeleng pelan. "Belum. Sudah mencoba beberapa kali tapi tetap tidak mau menyala," jawabnya dengan suara yang agak gemetar. Arya mengangguk singkat, seakan memproses informasi tersebut. Setelah beberapa saat terdiam, dia akhirnya mengulurkan tangannya ke arah mesin motor. Dengan gerakan yang terampil, Arya memeriksa beberapa bagian mesin, mencari tahu sumber masalahnya.

Fira memperhatikan dengan perasaan campuran antara syukur dan keterkejutan. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa Arya akan memberikan bantuan semacam ini. Namun, di balik raut wajah judesnya, ternyata tersimpan kebaikan yang tak terduga.

Setelah beberapa saat, Arya berhasil menemukan masalahnya dan dengan cepat memperbaikinya. Motor pun akhirnya berhasil dinyalakan.

"Ayo, coba lagi," ucap Arya, kali ini dengan suara yang lebih hangat, meski masih dipenuhi dengan keangkuhan yang khas.Dengan hati yang berdebar-debar, Fira mencoba menyalakan motor kembali. Dan kali ini, mesinnya berputar dengan lancar, memenuhi udara dengan suara yang membangkitkan harapan baru.

Fira menatap Arya dengan rasa terima kasih yang mendalam, meskipun ekspresi Arya tetap sama-sama kaku seperti sebelumnya. Namun, kali ini, di balik tatapan dingin itu, Fira bisa merasakan sedikit kehangatan yang menyelinap masuk.

Dalam diam, keduanya melanjutkan perjalanan masing-masing, namun kali ini, di antara mereka ada ikatan kecil yang terbentuk. Ikatan yang mungkin tak pernah mereka duga sebelumnya, namun cukup kuat untuk mengubah persepsi mereka satu sama lain.

Fira mengangkat tangan dalam sebuah pamitan pada Arya yang sudah membantunya, lalu bermaksud melanjutkan perjalanannya. Namun, sebelum dia bisa melangkah jauh, awan mendung yang selama ini mengintainya akhirnya melepaskan hujan deras yang tiba-tiba.

Seolah takdir telah memutuskan untuk menahan mereka berdua di depan kantor sekolah tempat mereka bekerja. Fira memandang sekeliling, melihat beberapa teman lain yang juga berusaha berteduh dari hujan yang semakin deras.
Lanjut Baca

Di bawah rintik hujan yang mengguyur, suasana di depan kantor menjadi lebih ramai. Beberapa teman saling bertukar cerita, tertawa, dan mengobrol ringan, mencoba mengusir rasa dingin dan lembap yang membawa hujan. Meskipun tak direncanakan, tapi terkadang momen tak terduga seperti ini memunculkan kebersamaan yang hangat di antara mereka.
Fira melihat Arya masih berdiri di sampingnya, wajahnya kembali tanpa ekspresi seperti sebelumnya. Namun, kali ini, ada sedikit kehangatan yang terasa di udara di antara mereka, mungkin karena kebersamaan dalam situasi yang tak terduga ini.
Dalam ketenangan hujan yang turun, Fira merasa bersyukur atas bantuan Arya dan kebersamaan teman-temannya di saat-saat seperti ini. Meskipun awalnya terlihat sebagai hari yang biasa, namun takdir telah memutar roda kehidupan mereka menjadi sebuah kisah yang tak terlupakan, di tengah hujan yang turun dengan lebatnya.
" Hey Fir belum pulang dari tadi?" Tanya seorang teman
" belum nih, tadi motorku tiba-tiba mogok Im."
Ima memang teman baru Fira tapi mereka sudah akrab sejak mereka mendapatkan wawancara Sebelum Fira diterima bekerja di kantor mereka.
Di antara kerumunan orang yang berteduh dari hujan, Fira tidak menyadari bahwa Arya, yang biasanya terlihat judes dan acuh tak acuh, mencuri pandang padanya. Meskipun demikian, kehadiran Arya yang diam-diam memperhatikan Fira memberikan nuansa yang berbeda dalam momen yang penuh dengan keriuhan itu.
Hujan itu reda smentara Arya dan beberapa teman lainnya pergi tanpa menyapa Fira saat itu. Fira merasa dia harus tinggal lebih lama, sebab gerimis masih menahannya. Fira sadar dia tak membawa jas hujan sedangkan dalam tasnya banyak berkas dan yang terpenting tas laptop yang digendongnya harus aman dari hujan.
Hujan reda seiring dengan langkah Arya dan beberapa teman lainnya yang pergi tanpa menyapa Fira. Fira merasakan kekosongan di hatinya, namun dia sadar bahwa dia harus tinggal lebih lama di tempat itu. Gerimis yang masih menahannya membuatnya berpikir dua kali sebelum melanjutkan perjalanannya.
Sadar bahwa dia tidak membawa jas hujan, Fira menyadari pentingnya melindungi berkas-berkas dan tas laptop yang dia gendong dari hujan. Dia berusaha mencari tempat berteduh yang lebih aman atau mencari cara untuk melindungi barang-barang berharganya dari tetesan air yang bisa merusaknya. Dalam kesendirian yang mengiringi langkah-langkahnya, Fira merenungkan keputusannya untuk tinggal lebih lama di tempat itu. Meskipun dia merasa kesepian dan diabaikan oleh orang-orang di sekitarnya, namun dia tahu bahwa dia harus mengambil tindakan yang bijaksana untuk melindungi harta berharganya.
Dengan tekad yang teguh, Fira mencari tempat berteduh yang lebih aman, atau mungkin mencari solusi lain untuk melindungi barang-barangnya dari hujan yang tak terduga. Kehadiran Arya dan teman-temannya mungkin telah berlalu begitu saja, namun Fira tetap bertekad untuk menjaga keamanan dan kesejahteraannya sendiri di tengah situasi yang tak terduga ini.
Pukul 16.15 WIB, saat Fira beranjak mencoba membersihkan motornya yang terkena cipratan air hujan tadi, suasana sekitar terasa biasa saja. Baginya, menunggu di tengah hujan adalah rutinitas yang tak asing lagi. Dia hanya menunggu hujan mereda untuk melanjutkan perjalanan pulang.
Lamunan Fira terputus oleh suara HP yang berbunyi dari dalam tasnya. Saat dia mengeluarkan ponselnya, dia melihat pesan dari kakaknya. "Fir, kamu di mana? Ibu khawatir kamu belum pulang juga."
Fira merasa sedikit terkejut. Dia lupa memberi tahu keluarganya bahwa dia akan terlambat pulang hari ini. Dengan cepat, dia membalas pesan kakaknya, memberitahu bahwa dia sedang menunggu hujan mereda di depan kantor.
Setelah mengirim pesan, Fira merenung sejenak. Dia merasa bersyukur atas perhatian dan kekhawatiran keluarganya, meskipun kadang-kadang dia lupa memberi kabar. Dalam kesendirian yang menyertainya, Fira merasa hangat oleh hubungan keluarganya yang saling peduli.
Sesampainya Fira depan rumah, ia disambut senyum hangat sang Ibu dan wajah ketus Danu adiknya. Karena Fira sebelumnya berjanji membawa Danu jalan jalan membeli es krim. Namun harapan Danu Pupus setelah tahu Fira pulang se sore itu. Fira menatap senyum hangat ibunya dengan perasaan campur aduk di hatinya. Meskipun dia tahu bahwa janji untuk membawa Danu jalan-jalan harus ditunda, Fira merasa sedih melihat ekspresi kekecewaan di wajah adiknya.
"Dik, maaf ya, nanti kita pasti akan pergi bersama," ucap Fira dengan lembut, mencoba menenangkan Danu. Namun, wajah Danu masih terlihat murung. Ia menundukkan kepalanya, menahan kekecewaannya. Ibu Fira melangkah mendekati Danu, mencoba menghiburnya.
"Kakakmu pasti punya alasan kuat, nak. Besok kita bisa pergi bersama-sama," ucap ibu dengan suara lembut.
Fira merasa bersalah. Dia tahu betul betapa Danu begitu menantikan waktu bersama dengannya. Tanpa berkata apa-apa lagi, Fira meraih tangan Danu dan menariknya masuk ke dalam rumah.
Malam itu, Fira memutuskan untuk membuat kejutan untuk Danu. Dia mencari resep es krim homemade favorit Danu dan mulai menyiapkannya dengan penuh antusias. Meskipun tidak sebaik es krim dari toko, Fira berharap es krim buatannya bisa menghibur Danu.
Ketika es krim sudah selesai, Fira memanggil Danu ke dapur. Danu terkejut melihat Fira berdiri di sana dengan senyum lebar sambil memegang mangkuk es krim.
"Ini untukmu, Danu. Aku minta maaf karena tadi tidak bisa membawamu jalan-jalan, tapi aku harap ini bisa membuatmu senang," ucap Fira sambil menyerahkan mangkuk es krim pada Danu.
Danu melihat Fira dengan mata berbinar-binar. Dia merasakan kebahagiaan yang tulus dari gestur saudaranya. Dalam sekejap, kekecewaannya hilang tergantikan dengan rasa terharu.
"Terima kasih, Kak! Ini sangat enak!" seru Danu sambil memeluk Fira erat.
Mendengar ucapan terima kasih dari adiknya, Fira merasa lega. Meskipun jalan-jalan harus ditunda, dia tahu bahwa momen kecil seperti ini memiliki arti yang besar bagi hubungan mereka. Dan bersama-sama, mereka menikmati es krim homemade tersebut, saling tertawa dan berbagi cerita hingga larut malam.
Keesokan harinya seperti biasa Fira berpamitan pada Ibunya dan mengajak Danu pergi sekolah bersama, sesampainya Danu di sekolah Dasar, Fira langsung tancap gas menuju sekolah tempat ia bekerja.
Baru saja ia memarkir motornya ia bergegas ke kantornya. Fira meraih ponselnya yang berdering dengan cepat, memecah keheningan pagi di ruangan itu. "Ya, Halo?" suaranya terdengar agak terengah-engah. "Oh, baik, saya segera melakukannya." Matanya memandang ke arah rekan-rekannya yang menatapnya, memahami bahwa ada tugas mendesak yang menunggu.
Fira melangkah masuk ke dalam ruangan atasannya dengan langkah yang ragu, menyadari keberadaan Arya dan Dewi di sana. Cahaya pagi memancar lewat jendela, menciptakan bayangan yang bermain di dinding ruangan. Pa Jamal duduk di meja kerjanya, wajahnya serius saat ia menatap mereka bertiga.
"Duduklah," ucapnya dengan suara yang tenang namun tegas. Mereka bergerak meraih kursi yang tersedia, kebingungan terpancar jelas dari wajah mereka.
"Apa yang terjadi, Pa Jamal?" tanya Fira, mencoba menembus keheningan yang mencekam ruangan. Tetapi senyap yang menyusul justru semakin memperkuat ketegangan di udara. Tak biasanya Pak Jamal memanggilnya jika bukan ada hal sangat mendesak.
Fira duduk tegak di depan meja kayu besar miliknya, menatap dengan penuh antusiasme ke arah Atasannya, pak Jamal. Mata Fira berbinar-binar, penuh dengan semangat yang tak terbendung. Hari itu adalah hari yang ditunggu-tunggu, hari di mana dia akan mendapatkan tugas baru dalam tim Arya dan Dewi, dua rekan kerja yang telah lama menjadi panutan baginya.
Dengan pakaian rapi dan senyum ramah, Pak Jamal membuka pembicaraan dengan penuh kehangatan. "Fira, kamu akan bekerja dengan Arya dan Dewi pada proyek baru sekolah kita yang akan mengikuti lomba sekolah adiwiyata tingkat Nasional. Ini adalah kesempatan besar bagi kita untuk menunjukkan kreativitas kita yang luar biasa dalam bidang ini."
Fira memperhatikan setiap kata yang diucapkan Atasannya dengan penuh perhatian. Dia merasa seperti sedang mendengarkan arahan dari seorang guru bijaksana yang siap membimbingnya ke arah yang benar. Sesekali baik Fira, Arya atau Dewi menganggukkan kepala untuk menandai kesepakatan dan arahan yang disampaikan oleh Pak Jamal selaku Kepala Sekolah.
“Baik Pak, Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk program ini” Arya menjawab dengan tegas pernyataan-pernyataan dari Pak Jamal.
“Baiklah, untuk penanggungjawab langsung adalah saya, dan kalian bertiga adalah coordinator-koordinator tiap bidangnya masing-masing yang harus solid bekerjja sama ya..!” Pak Jamal memberikan print out rencana kerja dan menugaskan Arya untuk menjadi koordinator bidang pengendalian sampah plastik, sedangkan Fira masuk sebagai anggota di dalam kerja timnya Arya. Dewi yang juga termasuk di dalamnya.
Pak Jamal tersenyum puas. "Bagus sekali, Fira. Tugas pertamamu adalah membantu Arya dan Dewi dalam merancang konsep visual untuk kampanye iklan pengendalian sampah plastic, kemudian dilanjutkan membuat bank sampah dan lainnya. Saya percaya kamu akan memberikan kontribusi yang berharga dalam proyek ini."
Fira mengangguk tegas. Dia merasa begitu bersemangat untuk memulai pekerjaannya. Dia segera bergabung dengan Arya dan Dewi di ruang pertemuan, siap menunjukkan dedikasinya dan berkolaborasi dengan rekan-rekannya untuk menciptakan sesuatu yang luar biasa.
Ketika Pa Jamal memberikan tugas kepada mereka, Fira, Arya, dan Dewi dengan penuh semangat mengangguk setuju, menegaskan bahwa mereka siap menjalankan tugasnya masing-masing dengan sepenuh hati.Fira dengan penasaran yang tak terbendung, siap untuk memberikan kontribusi terbaiknya dalam merancang konsep visual untuk kampanye iklan tersebut. Dia telah menyiapkan pikirannya dan bersemangat untuk menghadirkan ide-ide kreatif yang segar.
Arya, yang penuh dengan keahlian dalam hal teknis dan analitis, siap untuk mengkoordinasikan semua aspek teknis proyek. Dia bertekad untuk memastikan bahwa setiap detail teknis berjalan lancar dan efisien. Sementara itu, Fira, dengan kepekaan dan intuisinya yang luar biasa dalam hal memersuasif, siap untuk menyusun rencana program menggalakan pengendalian sampah di sekolah yang efektif dan persuasif. Dia bersemangat untuk memberikan arahan yang tepat bagi kampanye tersebut. Hal ini terbukti saat Fira sudah memulai bimbingannya dan mengajak para siswa ikut terlibat mengendalikan sampah plastik yang ada di sekolah.
Dengan komitmen mereka yang kuat dan semangat yang tak tergoyahkan, mereka siap untuk menghadapi tantangan proyek tersebut dan bersama-sama menghasilkan hasil yang luar biasa. Setiap orang memiliki peran dan tanggung jawabnya sendiri, namun mereka berkolaborasi sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama. Dengan kekompakan dan kerja keras mereka, mereka yakin bahwa tidak ada yang tidak mungkin mereka capai.
Rangkaian kegiatan dan proyrk ini mereka susun berhari-hari bahkan beberapa minggu telah berlalu, Arya sebagai ketua coordinator merasa puas dengan kerja timnya yang sangat solid, romansa berbeda ditunjukkan dari cara Arya menatap fira saat ini.
Arya yang diam-diam selalu mengamati Fira tanpa Fira menyadarinya, melalui berbagai hal dan tantangan bersama. Setiap kegiatan dalam program ini mengharuskan mereka selalu bertemu dan berkomunikasi, Arya dan fira mulai tak merasa canggung lagi dan kini Arya memiliki keberanian untuk menatapnya dari dekat.
Arya yang diam-diam memendam rasa penasaran pada sosok Fira menunjukkan perhatian kecil padanya, Arya membantu Fira menyiapkan peralatan untuk kegiatan-kegiatan. Namun saat itu Fira menganggapnya sebagai bantuan kecil dari seorang rekan kerja yang peduli terhadapnya. Arya kini selalu mengawali harinya dengan menyapa Fira saat pagi menjelang pekerjaannya menjadi guru.
Fira memiliki kepekaan dan intuisi yang luar biasa dalam menganalisis karakter dan sikap seseorang. Saat Arya, seorang guru Prakarya, mulai menunjukkan tanda-tanda perhatian yang lebih dari biasanya, Fira, dengan naluri yang kuat, mulai menyadari perubahan sikap tersebut.Meskipun Arya masih coba menyembunyikan perasaannya, Fira merasa ada sesuatu yang berbeda dalam interaksi mereka. Dia melihat ke dalam mata Arya dan merasakan gelombang emosi yang tak terungkapkan. Meskipun Arya tetap diam tentang perasaannya, Fira bisa merasakan getaran cinta yang tersembunyi di balik senyumnya yang hangat.
Saat-saat di antara mereka menjadi penuh dengan tegangan yang menyenangkan. Setiap kali Arya memandang Fira, dia merasakan detak jantungnya yang berdegup lebih cepat dari biasanya. Dan setiap kali Arya menyentuh topik pembicaraan, ia bisa merasakan keintiman yang tumbuh di antara mereka, melalui Bahasa fira merasakan hubungan ini mengarah pada hubungan saling ketertarikan antara dua insan.
Namun, Fira memilih untuk membiarkan hal-hal berkembang dengan alamiah. Dia tahu bahwa untuk sesuatu yang berharga seperti cinta, waktu dan kesabaran diperlukan. Meskipun dia menyadari perasaan Arya, dia tidak terburu-buru dalam mengambil langkah-langkah selanjutnya. Baginya, penting untuk membiarkan hubungan mereka berkembang dengan lambat dan stabil.
Fira yang memiliki pengalaman buruk tentang sebuah hubungan dengan akhir penghianatan kepercayaan kini lebih memilih untuk menjadikannya sebagai pembelajaran hidupnya, sehingga Fira selektif memilih teman hidupnya
Saat Fira membutuhkan bantuan dengan proyek sekolah, Arya dengan senang hati menawarkan bantuan. Selama mereka bekerja bersama, Fira menemukan bahwa kolaborasi mereka bukan hanya tentang proyek tersebut, tetapi juga tentang mengenal satu sama lain dengan lebih dalam. Mereka berbagi cerita, tertawa bersama, dan semakin dekat satu sama lain.
Suatu hari, saat mereka sedang berbincang-bincang, Arya menemukan keberanian untuk mengungkapkan perasaannya kepada Fira. Dengan kata-kata yang lembut dan jujur, Arya mengakui bahwa selama ini dia telah diam-diam mengagumi Fira, tidak hanya sebagai seorang rekan kerja, tetapi juga sebagai seseorang yang ingin hidup menjalani kebersamaan.
Fira tersentuh oleh kejujuran dan kelembutan Arya. Dia merasa bersyukur karena telah menemukan seseorang yang begitu istimewa dalam hidupnya. Dengan senyum hangat, dia mengungkapkan hal tak terduga.
“Fir, bolehkah aku main ke rumahmu,” Arya berniat menemui orang tuanya Fira untuk sekedar menyapa dan bersilaturahmi.
“Tak usah lah, mau apa ke rumahku?” jawab Fira meledek Arya . Sambil mereka tersipu malu mereka bercanda selayaknya kekasih yang sedang bercengkrama membahas masa depan mereka.
“Mau apa? masih nanya lagi kau Fir, hem rupanya aku hanya dianggap teman biasa toh,?” Arya membalas candaan Fira dengan mencoba menjelaskan perasaannya melalui Bahasa teman.
“Lah memang teman toh?” jawab Fira dengan senyum lembut diwajahnya.
“Aku tak mau berteman denganmu lagi, sudah cukup aku menderita karenamu Fir?” Arya menambahkan dengan raut wajah yang memohon dalam leluconnya.
“ha..ha…ha…. apaan sih, ya sudahlah kalau ga mau berteman. lalu kenapa kamu masih di sini sana…sana…..?” sindir Fira masih dengan senyumnya seraya mengusir arya yang duduk depan meja kerjanya.
“Awas lho…. Jangan panggil aku kalau komputermu rusak lagi!” Arya menggodanya dengan lelucon konyolnya mengancam tak dibantu lagi olehnya.
“ga lah laptopku baru, haha,,,, jadi ga akan rusak…”
Fira meladeni lelucon Arya.
“sana… sana….pemandangan jendelaku terganggu alismu yang tebal dan judes itu” Fira meledek Arya lagi.
“bener nih,, mau mengusirku? Hem…… baiklah Fira si kutu buku,,, silahkan asal jangan mengusirku dari hatimu ya…” Arya mulai berani mengungkapkan perasaan yang sebenarnya meski hanya sebagai lelucon.
“Sudah, sana… sana… !” Fira tersenyum tersipu malu menyadari lelucon Arya didengar oleh dua rekan guru yang lainnya.
“Dasar….. judes…. Sana..ih”
Percakapan mereka pun diakhiri dengan saling meledek dengan lelucon dan kebiasaan mereka. Satu tahun berteman sudah lebih dari cukup untuk mengenal karakter satu sama lainnya. Bagi Arya yang awalnya sulit berteman dengan perempuan, justru dengan Fira lah ia merasakan kenyamanan bercerita, berkeluh kesah, bahkan bercanda. Selama ini Arya dikenal rekan kerja lainnya adalah sosok yang judes dan tak banyak orang menyukainya. Namun kehadiran Fira mematahkan anggapan orang lain tentangnya. Kini Arya terlihat lebih ceria dan senyumnya selalu terpasang saat menatap Fira.
Sebenarnya Fira, menyembunyikan luka yang dalam di balik senyumannya yang hangat. Trauma masa lalu, di mana dia dikhianati oleh kekasih yang jauh, telah meninggalkan bekas yang mendalam dalam hatinya. Sejak saat itu, Fira menjadi selektif dan waspada pada siapa pun yang mendekatinya, bahkan pada Arya yang diam-diam menyukainya.
Meskipun Arya menunjukkan perhatian yang hangat dan tulus, Fira terus mempertahankan tembok di sekitar hatinya. Setiap kali Arya mencoba mendekatinya, Fira merasa refleksnya untuk menjaga jarak. Luka masa lalu terlalu dalam, membuatnya takut untuk membuka hatinya sekali lagi.
Arya, yang menyadari bahwa Fira memiliki tembok emosional yang kokoh, tidak menyerah begitu saja. Dia memilih untuk bersabar dan membangun kepercayaan secara perlahan. Dia memperlakukan Fira dengan penuh pengertian dan kesabaran, memberinya ruang untuk menyembuhkan luka-lukanya sendiri.
Saat Arya membantu Fira dengan proyek-proyek sekolah dan memberinya dukungan selama hari-hari sulit, Fira mulai merasa sedikit demi sedikit temboknya mulai runtuh. Dia melihat kebaikan dan ketulusan dalam tindakan-tindakan Arya, dan meskipun takut, dia merasa mulai mempercayainya.
Namun, ketika perasaannya mulai tumbuh untuk Arya, Fira merasa dilema. Dia tidak ingin membiarkan trauma masa lalunya menghalangi potensi hubungan yang berarti dengan Arya. Namun, takut untuk terluka sekali lagi membuatnya ragu untuk membuka hatinya sepenuhnya.
Ketika Arya akhirnya mengungkapkan perasaannya dengan jujur, Fira merasa terombang-ambing antara ketakutan akan masa lalunya dan keinginannya untuk mencoba meraih kebahagiaan dengan Arya. Dia tahu bahwa dia harus melepaskan rasa takutnya jika dia ingin menemukan cinta yang sejati.
Dengan hati yang gemetar, Fira memutuskan untuk memberikan kesempatan pada Arya. Dia memilih untuk percaya pada cinta yang tulus dan mengatasi trauma masa lalunya. Dalam pelukan Arya, dia menemukan kedamaian dan kehangatan yang telah lama hilang.
Dari sinilah, cinta mereka bersemi dengan lebih dalam. Fira dan Arya memulai perjalanan cinta mereka dengan penuh semangat dan harapan, menemukan bahwa bahkan dalam kesedihan dan luka, cinta memiliki kekuatan untuk menyembuhkan dan mendamaikan hati yang terluka. Mereka menemukan kebahagiaan yang telah lama mereka cari.
Epilog Chapter 8
Saat Arya pertama kali bertemu Fira sebenarnya Ia memiliki tatapan berbeda pada gadis itu, Ia mengagumi kesederhanaan yang Fira miliki. Saat motor Fira mendadak mogok sebenarnya dalam hati Arya ingin langsung menolongnya, namun Arya masih canggung dengan keadaan. Ia kesulitan mengenali perasaannya.

Dalam keheningan yang membelenggu, Arya duduk di sudut taman sekolah, memperhatikan setiap gerak dan senyum yang melintas di wajah Fira. Matanya, seperti magnet yang tak terbendung, terpaku pada sosok yang menjadi pusat perhatiannya. Diam-diam, dia merasakan getaran emosi yang tak terungkapkan, memenuhi ruang di dalam hatinya dengan kerinduan yang tak terucapkan.

Wajah Fira, diterangi oleh sinar senja yang lembut, tampak begitu mempesona baginya. Senyumnya, seakan menciptakan cahaya sendiri, menyinari keheningan di sekitarnya. Arya, meskipun terpisah oleh jarak, merasa terhubung dengan kehangatan yang dia pancarkan. Dia merindukan sentuhan hangat itu, ingin mendekat, tetapi ragu melangkah.

Dalam diamnya, Arya merenungkan keraguan yang menghantuinya. Dia bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika dia mengambil langkah pertama. Namun, ketakutan akan penolakan dan keraguan diri membuatnya terbelenggu dalam kebimbangan. Sehingga dia terus mengamati dari kejauhan, mengagumi kecantikan dan keanggunan Fira tanpa berani mengajak kenalan.

Namun, meskipun tersembunyi di balik kediamannya, perasaan Arya terus tumbuh dengan kuat. Setiap tatapannya, setiap senyum Fira, semakin memperdalam rasa kagumnya. Dalam diam, dia berdoa agar suatu hari nanti, keberanian akan menemukannya dan dia akan mampu mengungkapkan perasaannya yang terpendam kepada wanita yang menjadi cinta rahasia hatinya, Fira.
Masukan Token untuk Membuka setiap Chapter Novel Inspiratif | Maliah . Dapatkan Token