Membaca bisa lama di ingat, apalagi sambil mencatat

Pernahkah kamu merasa membaca sebuah buku, merasa paham betul saat membacanya, tapi seminggu kemudian, isinya menguap entah kemana? Rasanya seperti mimpi yang indah, tapi saat terbangun, hanya tersisa serpihan-serpihan samar. Kita semua pernah mengalaminya, kan?
Dunia informasi saat ini membanjiri kita dengan deras. Artikel, buku, laporan, berita – semuanya berlomba-lomba menarik perhatian kita. Di tengah lautan informasi ini, kemampuan untuk benar-benarmemprosesdanmengingatapa yang kita baca menjadi semakin krusial. Dan di sinilah letak kekuatan dari sebuah kebiasaan sederhana namun ampuh: Membaca bisa lama di ingat, apalagi sambil mencatat.
Saya percaya bahwa membaca bukanlah sekadar menyerap kata-kata, tapi sebuah proses aktif untuk membangun pemahaman. Bukan sekadar melewati baris demi baris, tapi melibatkan pikiran dan perasaan secara penuh. Dan, sejujurnya, tanpa mencatat, proses itu terasa kurang lengkap.
Mengapa Pikiran Lebih Melekat Saat Menuliskan Ulang?
Proses menulis ulang, meski hanya poin-poin penting, memaksa kita untuk memikirkan ulang apa yang kita baca. Ini bukan sekadar menyalin. Kita harus menganalisis, mensintesis, dan menginterpretasi informasi tersebut dengan bahasa kita sendiri. Riset menunjukkan bahwa proses aktif ini memperkuat koneksi saraf di otak, membantu kita untuk mengingat informasi lebih lama. Psychology Today menjelaskan bagaimana menulis tangan (bahkan mengetik) melibatkan lebih banyak area otak dibandingkan hanya membaca. Inilah kenapa, mencatat itu penting.
Apakah Mencatat Tidak Memperlambat Proses Membaca?
Tentu saja. Mencatat membutuhkan waktu. Ada argumen yang mengatakan bahwa mencatat akan memperlambat laju membaca, membuat kita kalah cepat dengan mereka yang hanya membaca sepintas lalu. Tapi, pertanyaannya adalah: apa yang lebih penting, kecepatan atau pemahaman? Saya lebih memilih membaca satu buku dengan benar-benar paham isinya, daripada membaca sepuluh buku tapi melupakan semua yang saya baca seminggu kemudian. Mengingat dan memahami adalah tujuan utamanya. Dan lagi pula, seiring waktu, dengan latihan, kita akan semakin mahir mencatat dengan efisien.
Kekuatan Jurnal Pribadi: Mencatat adalah Investasi
Saya punya jurnal pribadi yang sudah menemani saya selama bertahun-tahun. Di dalamnya, saya mencatat kutipan-kutipan penting dari buku yang saya baca, ide-ide yang muncul saat saya merenung, dan refleksi pribadi saya tentang dunia di sekitar saya. Jurnal ini bukan hanya catatan, tapi juga peta perjalanan intelektual saya. Melihat kembali catatan-catatan lama, saya bisa melihat bagaimana pemikiran saya berkembang, bagaimana buku-buku yang saya baca telah membentuk diri saya. Mencatat adalah investasi jangka panjang untuk diri sendiri. Bahkan seorang ilmuwan terkenal seperti Leonardo Da Vinci, selalu rajin mencatat pengamatannya dalam buku catatan, dan dari sana muncul banyak inovasi.
Ketika Catatan Menghidupkan Kembali Pengalaman
Beberapa tahun lalu, saya membaca sebuah novel tentang perjalanan seorang imigran. Saya mencatat beberapa adegan yang sangat menyentuh hati saya, tentang perjuangan, harapan, dan kehilangan. Baru-baru ini, saya menemukan kembali catatan tersebut. Membaca kembali catatan itu, saya seolah-olah dibawa kembali ke dalam cerita tersebut, merasakan kembali emosi yang sama. Catatan itu bukan hanya sekadar informasi, tapi juga kapsul waktu yang menghidupkan kembali pengalaman membaca saya. Betapa berharganya mengingat hal-hal seperti ini.
Bukan Sekadar Informasi, Tapi Pemahaman yang Abadi
Membaca bisa lama di ingat, apalagi sambil mencatat. Lebih dari sekadar taktik belajar, ini adalah sebuah filosofi. Ini tentang menghargai waktu dan usaha yang kita curahkan untuk membaca, dengan memastikan bahwa apa yang kita baca benar-benar meresap ke dalam pikiran dan hati kita. Ini tentang membangun pemahaman yang abadi, bukan hanya sekadar mengumpulkan informasi yang cepat menguap. Ini tentang menjadikan setiap buku yang kita baca sebagai bagian dari diri kita.