Ditinggal Internet di Saat Genting: Cerita Cinta dan Kehidupan yang Tergantung Sinyal
.png)
Pernah nggak sih, kamu ngerasa dunia tiba-tiba sepi…😌 bukan karena ditinggal pasangan, tapi karena sinyal hilang? Semua terasa menggantung. Notifikasi berhenti. Chat balasan nggak datang. Dan kita cuma bisa menatap layar, berharap ada keajaiban.
Itulah hidup di era sekarang. Kita bukan hanya bergantung pada internet, kita hidup dan bernapas di dalamnya. Bahkan, mungkin, kita sudah terlalu jauh berjalan tanpa sadar: cinta, kerja, bisnis, bahkan kebahagiaan… semuanya bergantung pada satu hal — sinyal.
Ketika Dunia Tiba-Tiba Diam: Realita Ketergantungan Digital
Bayangkan ini: kamu lagi ngobrol asyik di grup WhatsApp, buka media sosial, scroll TikTok, sambil nunggu balasan gebetan... dan tiba-tiba, "Tidak ada koneksi internet." Dunia langsung diam. Dan kamu pun bengong. Bukan karena nggak ada yang bisa dilakukan, tapi karena semuanya yang kamu lakukan... butuh internet.
Ini bukan sekadar kejadian iseng. Ini fenomena yang nyata. Riset dari DataReportal 2024 mencatat bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan lebih dari 7 jam per hari online. Waktu yang lebih lama daripada tidur siang atau ngobrol langsung sama keluarga.
Putus Koneksi, Putus Harapan: Dampaknya Lebih Dalam dari yang Kita Kira
Kalau dulu, ditinggal pas lagi sayang-sayangnya adalah tragedi. Sekarang, ditinggal internet pas lagi promo 4.4 bisa bikin trauma. Apalagi buat yang jualan online. Sekali sinyal mati, transaksi gagal, pembeli kabur. Penjual panik. Cuan menguap. Harapan pun lenyap.
Sebagai contoh, aku sendiri cukup aktif di Shopee sebagai affiliator. Setiap pencairan komisi, langsung aku transfer ke SeaBank buat ditabung. Praktis dan cepat. Tapi waktu itu, pernah sekali kejadian: koneksi down di tengah proses. Rasanya? Kayak lagi transfer cinta, eh… gak sampai ke dia. Nyesek!
Lucu, Tapi Sedih: Saat Kita Menyadari Dunia Tanpa Notifikasi
Aku pernah iseng nanya ke teman, "Kalau internet mati seminggu, lo ngapain?" Jawabannya bervariasi, dari ‘rebahan sambil panik’ sampai ‘akhirnya kenal orang rumah’. Lucu, tapi sebenarnya menyedihkan. Kita begitu terbiasa dikasih notifikasi terus-menerus, sampai-sampai hening jadi hal yang asing.
Tanpa media sosial, kita merasa tak terlihat. Tanpa Wi-Fi, kita merasa terasing. Sementara dunia nyata , yang bisa disentuh dan dirasakan , jadi nomor sekian.
Merenungi Kembali: Siapa yang Mengendalikan Siapa?
Jika yang terputus bukan hanya sinyal, tetapi juga perhatian kita pada dunia nyata, apa artinya koneksi? Ketika konsentrasi pecah tiap kali notifikasi muncul, mungkin inilah waktunya kita bertanya: siapa yang sebenarnya dikendalikan?
Kalau media sosial adalah jendela dunia, jangan sampai jendela itu jadi jeruji. Kita boleh dekat dengan teknologi, tapi jangan sampai kehilangan kendali atas diri sendiri.
Aku, Sinyal, dan Cinta yang Terlalu Digital
Cinta zaman sekarang nggak hanya tergantung pada rasa, tapi juga... sinyal. Serius. Ada orang yang berantem gara-gara centang satu. Ada juga yang gagal PDKT karena meeting Zoom ngelag. Bahkan ada yang *ghosting* pakai alasan “aku lagi nggak aktif, maaf ya”.
Aku sendiri pernah merasa canggung karena nunggu balasan seseorang , dan ternyata cuma karena sinyalnya jelek. Tapi tetap aja, itu bikin overthinking. Bikin mikir, "Apa aku salah kirim emoji?"